Sebuah Percakapan Menuju Islam 5/5 (Donald W. Flood)

0
Kesan seorang Muallaf
Selama masa pencarianku untuk menemukan kebenaran, pelajaran terpenting yang aku dapatkan adalah bahwa segala macam benda yang dipuja-puja oleh manusia, selain Tuhan, hanyalah ilusi dan angan-angan belaka. Bagi orang-orang yang memiliki kemampuan untuk betul-betul memahami hal ini secara jernih, satu-satunya jalan yang dapat diambil adalah mengarahkan semua kehendak serta perbuatan agar benar-benar menyatu dengan Tuhan. Rasa tawakal atas kehendak Tuhan telah membuatku mampu merasakan kedamaian dihadapan Sang Pencipta, terhadap sesama makhluk Tuhan yang lain, maupun terhadap diriku sendiri. Karena itulah, aku merasa sangat bersyukur, karena atas hidayah dan rahmat Tuhan, aku telah diselamatkan dari jurang kegelapan dan kebodohan, dan mampu melangkah menuju cahaya kebenaran. Islam, yang merupakan agama segala jaman, tempat, dan bangsa, adalah jalan hidup yang lengkap yang membimbing umat manusia dalam mencapai tujuan hakiki dari keberadaannya di dunia ini, dan menyiapkan diri untuk mengarungi hari kemudian saat dia harus kembali kepada Dzat yang telah menciptakannya. Ketaatan dalam mengikuti ajaran Islam akan membawa ridha Allah, dan semakin mendekatkan kita ke haribaanNya di tengah kenikmatan surgawi yang tak pernah berakhir, sekaligus menjauhkan kita dari siksaan api neraka. Keuntungan lain yang akan kita dapatkan jika mengambil pilihan sedemikian rupa adalah bahwa kehidupan dunia ini akan terasa jauh lebih membahagiakan.

Kesenangan Yang Menipu
Memeluk Islam telah membawaku menuju wawasan yang jauh lebih mendalam tentang kehidupan yang sesungguhnya bersifat semu dan menipu ini. Sebagai contoh, salah satu tujuan mendasar dalam agama Islam adalah kemerdekaan umat manusia. Itulah sebabnya mengapa seorang Muslim menyebut dirinya sebagai “Abdullah”, yang bermakna hamba atau pelayan Allah, karena penghambaan kepada Allah menandakan tidak adanya keterikatan terhadap segala bentuk penghambaan yang lainnya. Sekalipun manusia modern menduga bahwa dirinya telah merdeka dan hidup di alam kebebasan, pada kenyataannya dia telah menjadi budak dari hawa nafsu dirinya sendiri. Kebanyakan dari mereka telah tertipu oleh kehidupan duniawi. Banyak manusia mengalami ‘kecanduan’ dalam menimbun harta kekayaan, ‘kecanduan’ seks, kekerasan, minuman keras, dan lain sebagainya. Namun yang sangat memprihatinkan, manusia acapkali tergoda dan terbuai oleh sistim kapitalis yang tumbuh dengan cara menghadirkan kebutuhan semu di tengah-tengah umat manusia, sehingga manusia menduga bahwa kebutuhan palsu tersebut harus dipenuhi dengan segera. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an:

“Terangkanlah kepadaKu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Al-Furqaan:43-44)

Karena itulah, manusia tidak selayaknya membiarkan kesenangan dan kenikmatan duniawi yang sangat singkat ini melenakan jiwanya, dan menghancurkan peluangnya untuk merasakan kenikmatan surgawi yang luar biasa. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam Al-Qur’an:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: "Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?". untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Al-Imran:14-15)

Maka dari itu, sebenarnya persaingan yang hakiki dalam kehidupan duniawi ini bukanlah sekedar perlombaan menimbun harta atau persaingan demi hasrat popularitas, melainkan saling berlomba-lomba melakukan amal kebaikan demi menggapai ridha Illahi, sambil mencicipi nikmat duniawi yang telah menjadi hak manusia dengan cara yang diridhai Allah.

Jalan Yang Benar Menuju Tuhan
Ada banyak alternatif agama yang bisa dipilih umat manusia dan dia bebas untuk memilih agama yang ingin dianutnya. Dalam hal ini, manusia dapat diibaratkan seperti seorang saudagar yang memiliki berbagai jenis barang dagangan, dan dia bebas untuk memilih barang yang akan diperdagangkan. Dia pasti akan memilih barang yang menurutnya paling menguntungkan. Tetapi, bagaimanapun pedagang tersebut tidak akan bisa memastikan dan tidak pula memiliki jaminan bahwa perdagangannya akan menguntungkan. Produknya bisa jadi memiliki pangsa pasar dan menghasilkan laba yang bagus, tetapi mungkin saja dia akan kehilangan seluruh uangnya dalam sekejap. Sebaliknya, orang-orang (Muslim) yang beriman terhadap keesaan Tuhan dan bertawakal atas kehendakNya benar-benar merasa yakin bahwa apabila mereka mengikuti petunjuk (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW), maka tidak diragukan lagi akan memperoleh keberhasilan, dan imbalan akan menunggunya di akhir perjalanan. Yang menguntungkan adalah bahwa keberhasilan tersebut akan diperoleh seketika itu juga. Diceritakan oleh Abu Sa’id Al-Khudri r.a., Rasulullah pernah bersabda:

“Apabila seseorang memeluk agama Islam secara ikhlas dan bersungguh-sungguh, maka Allah akan mengampuni semua dosa yang pernah dilakukannya, dan semenjak itu dimulailah perhitungan amal; setiap amal baik akan mendapat imbalan sebesar sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, sedangkan perbuatan buruk akan dicatat seperti apa adanya, kecuali jika Allah mengampuninya.”

Epilog
Berdasarkan hasil pencarianku untuk menemukan kebenaran, aku akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa jalan keimanan kita kepada Tuhan beserta amal perbuatan yang kita lakukan akan menentukan masa depan kita di akhirat yang kekal. Allah Sang Maha Pencipta telah memberikan peluang yang sama pada kita semua, tanpa memandang keadaan kita, untuk menggapai ridhaNya sebagai bekal dan persiapan Hari Pembalasan. FirmanNya dalam Al-Qur’an:

“Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali-Imraan:132-133)

Jika kita benar-benar ikhlas dalam mencari kebenaran hidup, yaitu Islam (ketaatan yang tulus terhadap kehendak Tuhan), maka Tuhan akan membimbing kita ke arah sana, Insya Allah. Dia akan menuntun kita agar mempelajari kehidupan serta Sunnah Nabi Muhammad SAW, karena beliau telah menunjukkan contoh nyata yang terbaik dan termulia sebagai panduan dan bimbingan bagi seluruh umat manusia. Lebih jauh lagi, Tuhan akan membimbing kita agar mempelajari dan merenungkan firman-firmanNya dalam Al-Qur’an. Manusia akan menyadari bahwa Al-Qur’an sesungguhnya bagaikan ketukan pintu secara terus menerus dan keras, atau teriakan yang kuat untuk membangunkan mereka yang tengah terlelap dan terlena oleh buaian kehidupan duniawi. Ketukan dan teriakan itu muncul bersahut-sahutan: Bangunlah! Lihat keadaan dirimu! Gunakan akalmu! Pikirkan dan bercerminlah! Tuhan ada dan menunggumu! Bagimu ada takdir, ujian, pertanggung-jawaban, perhitungan, pahala, azab yang pedih, dan kebahagiaan abadi!

Telah jelas dan tegas, bahwa jalan terbaik untuk hidup dan mati di dunia ini adalah sebagai seorang Muslim yang bertakwa. Siapapun yang telah mencapai kesimpulan bahwa Islam adalah kebenaran, dia tidak boleh menunggu lebih lama lagi untuk memeluk Islam karena dia bisa saja akan menemui ajalnya terlebih dahulu, dan saat itu, semuanya sudah terlambat.

Beberapa bulan setelah memeluk Islam, aku menemukan dua ayat dalam Al-Qur’an yang mencerminkan apa yang dikatakan teman Muslimku dari Amerika mengenai bagaimana kita harus hidup dan mati:

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Al-Baqarah:132)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Al-Imraan:102)

(Yahya) Donald W. Flood
Madinah, Saudi Arabia
Juni 1999

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)